Diberdayakan oleh Blogger.
Selasa, 12 Februari 2013

Shalawat Tarhim


Shalawat Tarhim dan Mengingat Rasulullah SAW


Sholawat Tarhim. Sering kita mendengar lantunan sholawat menjelang kumandang adzan subuh. Ya itulah sholawat Tarhim. Masih sering saya, dan mungkin juga pembaca sekalian, mendengar lantunannya dari musholla atau masjid di desa-desa. Syairnya sederhana dan mudah diikuti membuatnya familiar di telinga warga muslim Indonesia. Nah, mari sejenak kita ngobrol tentang Sholawat Terhim.
Adalah seorang Syaikh Mahmoud Khalil al-Husyairi yang telah berjasa menggubah sholawat ini. Beliau ini adalah ketua Jam’iyyatul Qurra’ di Kairo, Mesir. Beliau adalah qaari’ yang populer pada zamannya dan tinggi ilmunya. Sampai-sampai digelari Syaikhul Maqaari’ atau Begawannya Para Qaari’. Saya sendiri menelusuri tentang sholawat ini dan bio Syaikh Mahmoud dari Kiai Google. Sila dikritisi apabila memang ada yang patut dikritisi. Semoga ada hikmah pula dari tulisan saya ini. Intinya, mari berbagi ilmu. Saya tidak lebih pintar dari pembaca sekalian.  
Dalam sebuah majlis Cak Nun (Emha Ainun Najib) membedah secara singkat padat perihal ‘terdamparnya’ sholawat ini ke musholla wa masajid di tempat kita. Jadi, ceritanya Syaikh Mahmoud ini pernah berkunjung ke Indonesia pada sekitaran tahun 60’an. Konon katanya, sholawat ini ‘dibajak’ di studio Lokananta, Solo, dan pertama kali sampai ke telinga orang Indonesia melalui corong Radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat) di Surabaya.
***
Cak Nun dawuh bahwa sholawatan itu tidak perlu menunggu bersama-sama orang banyak. Tidak perlu formalitas, pada hemat saya. Yang penting Anda ingat Rasulullah. Anda ingat posisi anda bertiga, bersama Rasulullah dan Allah, itu juga sholawat. Baik dengan ucapan maupun ingatan dalam hati.
“Mengapa sih pake inget Rasulullah?”
Satu hal, karena yang paling bisa kita andalkan di hadapan Gusti Allah itu ya Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. Kalau mau Gusti Allah itu setia dengan apa yang kita inginkan, cita-citakan, kita mestinya berkaca, bisakah kita ini diandalkan oleh Gusti Allah? Sebenarnya kita ini, kan, belum bisa diandalkan oleh Gusti Allah jika menilik perangai kita yang masih serba kurang. Maka, dalam bahasa Cak Nun, kita ini cuma bisa ‘gondelan klambine Kanjeng Nabi’. Bergantung atau menggantungkan diri pada Kanjeng Nabi. Karena yang pasti bisa diandalkan itu, ya, Rasulullah Muhammad.
Sholawatan adalah ‘gondelan klambine Kanjeng Nabi’ yang dimaksud oleh Cak Nun. Karena Beliau sangat bisa diandalkan dan sangat mencintai kita, ummatnya. Seluruh hidupnya Kanjeng Nabi adalah untuk mendoakan ke-mashlahat-an kita, fiddunya walaakhirah. Itulah Sholawat.
***
Sholawat Tarhim, kembali menurut dawuh Cak Nun, menggambarkan bagaiman kita seharusnya ikhlas kepada Gusti Allah Azza wa Jalla. Sesusah-susahnya kita di dunia ini, marilah berlapang dada, nrima kalau kata orang Jawa. Yang penting kita tidak dimurkai Gusti Allah dan tetap dicintai oleh Kanjeng Nabi. Gampangnya, kata Cak Nun, “Berkeinginanlah menjadi ma’mum-nya Kanjeng Nabi.” Entah apapun yang terjadi. Itulah cita-cita yang luar biasa.
“Ash-Shallatu wa as-salaamu ‘alaiik... Yaa Imaam al-Mujaahidiin...”
Mari kita bersholawat. Semoga keselamatan terlimpahkan kepada Kanjeng Nabi. Pemimpinnya atau imamnya para pejuang.
“Ash-Shallatu wa as-salaamu ‘alaiik... Yaa Naashir al-Haqqi Yaa Rasuulallaah...”
Rasulullah adalah penolong kebenaran. Sungguh, alangkah indah kalau kita-kita ini, sekecil apapun perannya, bisa mengikuti jejak Kanjeng Nabi sebagai Naashir al-Haqq. Itulah semulia-mulianya manusia.
“Yaa Man asraa bika al-Muhaiminu lailan...”
Kanjeng Nabi, adalah manusia pilihan yang bersama dengan malaikat Jibril melakukan perjalanan spiritual ke langit. Isra’ Mi’raj. Bersama-sama kita tahu, perjalanan agung Kanjeng Nabi ini terjadi pada malam hari. Pada saat sebagian besar dari kita lelap dalam tidurnya.
“Nilta maa nilta wa al-anaamu niyaamu...”
Ketika semua terlelap dalam tidurnya, Kanjeng Nabi memperoleh ‘sesuatu’. Begitu pun kita, umatnya. Hendaklah kita terjaga, bershalat dan munajat, siapa tahu kita juga diizinkan memperoleh ‘sesuatu’ itu ketika yang lain terlelap. Ketika yang lainnya menidurkan jasmani dan rohaninya, kita senantiasa terjaga dan ber-taqarrub ila al-Allah. Di sinilah kita memperoleh peluang yang luas untuk mendapatkan ‘Nilta maa nilta’, ‘sesuatu’ yang tidak diraih oleh saudara-saudara kita yang tidur.
“Wa taqaddamta li ash-shalaati fashallaa kulu man fi as-samaai wa anta al-imaam...”
Kanjeng Nabi kemudian maju ke mihrab. Beliau bershalat dan semua ruh penghuni langit dan alam semesta turut bershalat. Menjadi ma’mum-nya Kanjeng Nabi. “Uang berapa milyar pun, saudara-saudaraku,” kata Cak Nun, “Tidak ada yang bisa menyaingi indahnya menjadi ma’mum-nya Kanjeng Nabi.” Karena itulah, untuk apa kagum pada dunia? Kita seringkali masih terpukau oleh gemerlap dunia, yang sebenarnya sungguh tidak ada apa-apanya. Tidak ada apa-apanya dibanding kebahagiaan kita mencintai Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam.
“Yaa kariimal akhlaaq Yaa Rasûlallâh...”
Wahai Manusia Yang Akhlaqnya Paling Mulia. Kanjeng Nabilah panutan kita. Teladan kita dalam berperi kehidupan di dunia ini. Uswatun Hasanah yang tak pernah kering hikmah perjalanannya bagi kita yang mau meneladani.
“Shallallaahu ‘alaika wa ‘alaa aalika wa ashhaabika ajma’iin...”
***
Terima kasih untuk seorang sahabat yang telah mengingatkan saya kepada Sholawat Tarhim ini. Tergetar saya mendengar dan mencoba meresapi maknanya. Mari kita senantiasa bersholawat dalam setiap tindak laku. Berusaha menjadi ma’mum-nya Kekasih Yang Paling Dicintai Gusti Allah. Semoga bermanfaat.
Berikut ini saya cantumkan syair dan terjemahan bebas Sholawat Tarhim. Undzur Maa Qaala, wa Laa Tandzur Man Qaala. Wallahua’lam.
Shalawat Tarhim:
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ imâmal mujâhidîn yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshiral hudâ yâ khayra khalqillâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshiral haqqi yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ Man asrâ bikal muhayminu laylan nilta mâ nilta wal-anâmu niyâmu
Wa taqaddamta lish-shalâti fashallâ kulu man fis-samâi wa antal imâmu
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman wa sai’tan nidâ ‘alaykas salâm
Yâ karîmal akhlâq yâ Rasûlallâh
Shallallâhu ‘alayka wa ‘alâ âlika wa ashhâbika ajma’în
Arti (terjemahan) shalawat tarhim:
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk yang terbaik
Shalawat dan salam semoga tercurahkan atasmu
Duhai penolong kebenaran, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari Dialah Yang Maha Melindungi
Engkau memperoleh apa yang kau peroleh sementara semua manusia tidur
Semua penghuni langit melakukan shalat di belakangmu dan engkau menjadi imam
Engkau diberangkatkan ke Sitratul Muntaha karena kemuliaanmu
Dan engkau mendengar suara ucapan salam atasmu
Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya Rasulullah
Semoga shalawat selalu tercurahkan padamu, pada keluargamu dan sahabatmu.


0 komentar: